Friday, November 9, 2012

Legenda Jambu Dipa – Cianjur

 

BEGITU memasuki Desa Jambu Dipa yang terletak di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, hamparan sawah terlihat hampir di setiap jengkal tanah. Tanaman padi yang tumbuh di areal persawahan itu terlihat subur dengan pengairan yang memadai.

Bagi warga desa tersebut, tanah adalah berkah Tuhan yang tak pernah henti mereka syukuri. Hampir setiap jengkal tanah di daerah itu luput dari bencana kekeringan tahunan. Sumber mata air yang keluar dari kaki Gunung Gede seakan tiada habisnya mengairi areal persawahan di desa tersebut.
Kesuburan tanah di daerah itu membuat Desa Jambu Dipa dikenal sebagai sentra produksi padi pandanwangi. Menurut Burhan, sejak dulu orang mengenal Jambu Dipa sebagai penghasil beras asli pandanwangi yang baunya harum dan rasanya enak. “Dulu orang suka bilang beras Jambu Dipa untuk membedakan beras pandanwangi produksi desa ini dengan beras pandanwangi produksi daerah lain di Cianjur. Karena memang rasanya lebih enak dibandingkan yang lain,” tuturnya.

Menurut cerita yang beredar di masyarakat setempat, perkembangan pandanwangi di daerah Jambu Dipa berawal ketika tahun 1970 seorang petani Cianjur bernama Nawawi diberi benih padi oleh Kosim yang sehari-hari berprofesi sebagai tengkulak gabah. Benih padi itu selanjutnya ditanam Nawawi di atas lahan miliknya yang terletak di Desa Mayak, Kecamatan Cibeber, Cianjur.
Sejak awal, tanaman padi tersebut menyebarkan aroma wangi seperti daun pandan. Semerbak tanaman padi itu membuat masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama “pandanwangi”. Saat dipanen, beras pandanwangi tetap mengeluarkan aroma wangi, berbentuk bulat seperti telur. Beras Pandanwangi produksi Nawawi itu pun laris. Wangi dan rasanya luar biasa.
Kesohoran beras itu pun terdengar oleh para petani dari daerah lain di wilayah Cianjur, termasuk Dimiati dan Jalal, petani asal Warungkondang, Cianjur. Mereka pun mengikuti jejak keberhasilan Nawawi dengan turut menanam varietas pandanwangi. Dua petani itu menanam varietas pandanwangi di daerah Jambu Dipa dan Bumikasih yang kedua-duanya berlokasi di Kecamatan Warungkondang, Cianjur. Sejak saat itu, pertanaman pandanwangi di ketiga daerah tersebut berkembang luas.
Penyebaran pandanwangi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan menyebar dari kecamatan Warungkondang ke Kecamatan Cibeber, Cugenang, Cilaku, dan Cianjur, serta kecamatan lainnya di Kabupaten Cianjur. Tanaman pandanwangi juga dapat dijumpai di Kabupaten Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Majalengka, dan Karawang. Luas penyebaran pandanwangi terus meningkat dari 1.681 hektar pada tahun 1993 menjadi 13.220 hektar pada tahun 2002.
Namun, penyebaran terbesar di lima kecamatan di Cianjur tersebut dan sampai sekarang menjadi sentra produksi padi pandanwangi. Dalam lima tahun terakhir, luas pertanaman pandanwangi di Cianjur, terutama sentra produksi di lima kecamatan itu, rata-rata 6.500 hektar. Rata-rata hasil gabah kering panen dari ubinan yang dilakukan di sejumlah sentra produksi tersebut mencapai 7,2 ton per hektar.
Konon, varietas pandanwangi yang asli hanya dapat tumbuh di lima kecamatan di Cianjur. Namun, daerah yang paling tersohor sebagai penghasil beras pandanwangi adalah Desa Jambu Dipa yang termasuk wilayah Kecamatan Warungkondang. Hal tersebut diperkirakan karena sawah di daerah tersebut memperoleh pasokan air dari mata air Gunung Gede. “Kalau ada yang menanam benih padi pandanwangi di daerah lain, rasanya sudah beda,” kata Kepala Seksi Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur Yayat Supriatna.
Kini, kejayaan Desa Jambu Dipa sebagai sentra produksi beras pandanwangi tinggal kenangan. Sejak beberapa tahun terakhir pamor beras varietas lokal tersebut terus merosot.

 

No comments:

Post a Comment